Dosen STAI Yogyakarta: Ekonomi Indonesia dalam Tekanan

Yogyakarta, Republiktimes.com – Indonesia mengalami deflasi berturut-turut selama lima bulan di tahun 2024, dengan penurunan harga-harga barang yang terutama disebabkan oleh komoditas pangan. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada bulan September 2024, deflasi mencapai 0,12 persen, lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya. Fenomena ini menuai perhatian dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, yang mengklaim deflasi ini sebagai hasil dari distribusi dan pasokan yang baik. Namun, deflasi yang terus berlanjut ini juga memunculkan kekhawatiran terkait kondisi daya beli masyarakat dan tekanan ekonomi yang lebih luas.

Januariansyah Arfaizar, Dosen STAI Yogyakarta sekaligus Peneliti PS2PM Yogyakarta, memberikan respon terkait fenomena deflasi berturut-turut yang terjadi selama lima bulan terakhir di Indonesia pada tahun 2024. Menurutnya, kondisi ini merupakan sinyal penting yang tidak boleh dianggap remeh, karena deflasi secara terus-menerus mengindikasikan adanya tekanan serius dalam perekonomian nasional.

“Terjadinya deflasi lima kali berturut-turut, seperti yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. Meskipun penurunan harga komoditas volatile food seperti cabai, telur, dan daging terlihat sebagai kabar baik, kita perlu waspada terhadap potensi pelemahan daya beli masyarakat yang bisa berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi,” ujar Januariansyah yang biasa dipanggil Rian.

Lebih lanjut, Januariansyah menyoroti bahwa deflasi tidak semata-mata menjadi tanda positif dari harga-harga yang turun. “Di satu sisi, deflasi memang bisa membantu menurunkan tekanan inflasi. Namun di sisi lain, jika hal ini terjadi karena lemahnya permintaan agregat, maka deflasi justru mengindikasikan kondisi ekonomi yang sedang tertekan,” tambahnya.

Ia juga menekankan pentingnya langkah-langkah proaktif dari pemerintah, terutama dalam menjaga keseimbangan antara distribusi pasokan dan peningkatan daya beli masyarakat. “Stabilitas ekonomi tidak hanya diukur dari bagaimana harga-harga turun, tetapi juga dari seberapa baik masyarakat mampu mengakses barang dan jasa yang ada. Pemerintah harus lebih intens dalam menjaga kestabilan ini, terutama menjelang akhir tahun yang biasanya merupakan periode konsumsi tinggi,” jelasnya.

Januariansyah menyarankan bahwa perlu ada kebijakan yang lebih menyeluruh dan terpadu untuk memastikan deflasi ini tidak berkembang menjadi masalah yang lebih besar. “Selain menjaga distribusi dan pasokan, upaya untuk meningkatkan konsumsi domestik juga harus diperkuat melalui stimulus fiskal atau insentif lainnya, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah,” katanya.

Dengan kondisi ekonomi yang terus mengalami tekanan, langkah antisipatif sangat dibutuhkan agar tren deflasi ini tidak berlanjut dan tidak berdampak pada sektor-sektor lain yang lebih luas.

Share this post :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on pinterest
Pinterest