Jakarta, Republiktimes.com – Pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.
Kusfiardi, Ekonom Fine Institute mengingatkan bahwa dengan kewenangan besar yang dimiliki Menteri Keuangan dalam implementasi kebijakan ini, terdapat potensi penyalahgunaan yang dapat menghambat tujuan substansial efisiensi anggaran.
“Sebagai langkah antisipatif terhadap kemungkinan distorsi kebijakan, diperlukan mekanisme mitigasi yang kuat guna memastikan transparansi, akuntabilitas, serta efektivitas pelaksanaan Inpres ini,” ungkap Kusfiardi.
Ada beberapa hal penting yang dilakukan oleh Kusfiardi di antaranya adalah:
Pertama, Meningkatkan Transparansi. Pemerintah harus memublikasikan rincian pemotongan anggaran per sektor dan daerah untuk memastikan tidak terjadi ketimpangan atau keberpihakan politik dalam distribusi efisiensi anggaran. Audit independen oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dilakukan guna memastikan kebijakan efisiensi tidak dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
Kedua, Mekanisme Pengawasan oleh DPR dan Lembaga Independen. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) harus memiliki hak veto terhadap keputusan blokir anggaran yang dilakukan oleh Menteri Keuangan guna mencegah pemotongan yang tidak sesuai dengan kebutuhan strategis nasional.
BPK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perlu melakukan review berkala terhadap kebijakan efisiensi yang diterapkan, memastikan bahwa pemotongan anggaran benar-benar dilakukan untuk kepentingan pengelolaan fiskal yang sehat.
Ketiga, Evaluasi Berbasis Dampak, Bukan Sekadar Angka. Keberhasilan efisiensi anggaran tidak boleh hanya diukur dari seberapa besar belanja yang dikurangi, tetapi juga dampaknya terhadap pelayanan publik dan pembangunan nasional. Kementerian dan Lembaga yang terkena pemotongan anggaran harus memiliki hak untuk mengajukan revisi atau keberatan, terutama jika pemotongan anggaran berdampak negatif terhadap program prioritas nasional.
“Dengan menerapkan langkah-langkah mitigasi ini, Inpres 1/2025 dapat dijalankan secara efektif sesuai tujuan awalnya, yakni meningkatkan efisiensi fiskal, tanpa menjadi alat sabotase yang merugikan sektor-sektor strategis atau digunakan untuk kepentingan tertentu. Pemerintah dan masyarakat perlu terus mengawal implementasi kebijakan ini guna memastikan bahwa efisiensi anggaran benar-benar berdampak positif bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat, tutup Kusfiardi yang juga alumni Universitas Islam Indonesia.[]