Diskusi Publik Kemenbud dan KTD Jakarta, bahas sejarah dan memori kolektif anak muda

Republiktimes.com – Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenbud), bersama dengan DPD Klub Tempo Doeloe (KTD) DKI Jakarta, menyelenggarakan diskusi publik yang membahas konten digital sejarah, sekaligus pembentukan memori kolektif anak muda, di Asrama Universitas Indonesia (UI). Acara ini menunjukkan bagaimana narasi sejarah telah bertransformasi di ruang digital, berbeda dengan narasi cetak era sebelumnya.

Diskusi yang dipandu oleh Ketua Studi Klub Sejarah UI, Aline Anismara, membahas soal konten sejarah di era disrupsi informasi, ketika manusia dibentuk pengetahuannya melalui algoritma dan hidup di dalam echo chamber. Konten sejarah yang memiliki muatan kepentingan tertentu/muatan informasi yang salah bisa diyakini karena muncul berulang dalam echo chamber. Sehingga penting bagi generasi muda untuk kritis melakukan verifikasi informasi, terutama yang sesuai dengan metode sejarah.

Dosen Ilmu Sejarah UI, yang juga Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, Bondan Kanumoyoso, menyatakan, bahwa konten digital sejarah kini menjadi kanal utama pembentuk memori kolektif generasi muda. Menurutnya, narasi tentang masa lalu bersaing dengan hiburan, opini, dan algoritma dalam ruang konsumsi informasi yang serba cepat.

“Di satu sisi, keterbukaan digital menjadikan sejarah lebih dekat, menarik, mudah diakses; di sisi lain, ritme instan berpotensi menghadirkan penyederhanaan, romantisasi, bahkan distorsi ketika fakta terpotong dari konteks akademiknya. Karena itu, tantangan kita bukan menolak ledakan konten sejarah, melainkan mengawalnya melalui riset yang sahih, etika pengemasan, dan perspektif kritis agar memori kolektif tidak dibentuk oleh popularitas semata, tetapi oleh kedalaman pengetahuan,” kata Bondan di Asrama UI, Depok, pada Sabtu (6/12/2025).

Di sisi lain, Ketua DPD KTD DKI Jakarta, Agil Kurniadi, mengatakan, bahwa diskusi ini penting karena membahas fenomena konten kreasi sejarah dalam dunia digital yang menjadi bagian dari konsumsi masyarakat.

“Dalam hal ini, sejarah bukan hanya sebagai ilmu pengetahuan belaka, tetapi lebih dari itu, sejarah menjadi kisah yang menarik, menghibur, bahkan sebagai alat untuk mendulang popularitas. Sangat penting melihat sejauh mana kontribusi sejarah dalam dunia digital, dan bagaimana seharusnya konten sejarah itu dikonsumsi masyarakat agar tetap baik dan tidak menghadirkan penyimpangan. Diharapkan diskusi ini menjadi refleksi bagi siapapun yang memperhatikan isu digital sejarah, guna menilai, bahkan memperbaiki kekurangan yang terjadi dalam fenomena ini,” ujar Agil.

Kemudian, Dosen Ilmu Komunikasi dan Media Universitas Paramadina, Erik Ardiyanto, mengatakan, bahwa di era pasca kebenaran (post-truth) narasi sejarah telah beralih dari arsip ke algoritma, menciptakan ancaman distorsi memori kolektif yang mendasar.

“Tantangan terbesar bukan sekedar hoax, melainkan kekerasan epistemik manipulasi fakta masa lalu yang diperkuat oleh AI. Untuk itu, generasi muda harus melawan fragmatasi ini, dengan menjadi produsen narasi sejadah yang kritis dengan mengedepakan kebenaran bukan hanya sensasi,” ujar Erik.

Acara ini sendiri diharapkan Kemenbud dapat meningkatkan daya kritisisme mahasiswa terhadap konten sejarah digital yang beredar pada sisi mahasiswa. Pada sisi akademia, menjadi tantangan bagi kerjasama antara ilmu sejarah, ilmu komunikasi dan ilmu-ilmu lainnya untuk berkolaborasi membangun kerjasama interdisiplin, supaya memori kolektif masyarakat tetap terjaga berdasarkan kebenaran sejarah tanpa adanya penyimpangan fakta.