Republiktimes.com – Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satrio (MDS), anak dari Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kantor Wilayah Jakarta Selatan II, Rafael Alun Trisambodo (RAT), kepada Cristalino David Ozora, terus berbuntut panjang.
Setelah sebelumnya MDS resmi ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka, kasus ini pun secara tidak langsung turut menyeret ayahnya, dalam pusaran konflik. Pada Kamis, 23 Februari kemarin, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, pun meminta maaf serta mengecam terjadinya kasus penganiayaan tersebut.
Selain itu, Ani, sapaan akrabnya, juga turut mengecam gaya hidup mewah, yang kerap ditampilkan oleh MDS, serta mencopot RAT dari jabatannya, untuk mempermudah pemeriksaan terkait kasus penganiayaan dan pamer harta. Di mana pencopotan didasarkan pada Pasal 31 ayat 1, PP 94 Tahun 2021, mengenai Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
“Saya perintahkan Inspektorat Kementerian Keuangan memeriksa harta saudara RAT (Rafael Alun Trisambodo), 23 Februari lalu, Inspektorat Jenderal (Itjen) telah memeriksa harta yang bersangkutan. Dalam rangka Kemenkeu mampu melaksanakan pemeriksaan, maka mulai hari ini saudara RAT dicopot dari tugas dan jabatan,” ujar Ani, pada Jumat (24/02/23).
Ultimatum Tak Bayar Pajak
Kasus penganiayaan terhadap David pun terus bergulir. Masyarakat ataupun netizen, kompak mengecam tindakan arogansi yang dilakukan oleh MDS, serta perilaku hedonisme yang kerap ditunjukkannya, di lini masa.
Kemarahan pun semakin menjadi, setelah hasil penelusuran menemukan, bahwa kasus tersebut bukanlah hanya kasus penganiayaan biasa. Namun juga terdapat tindak kejahatan lainnya, seperti pemalsuan LHKPN dan penunggakan pajak.
Padahal, selama ini, petugas pajak begitu massif untuk meminta masyarakat agar patuh dan wajib bayar pajak. Bak anomali, MDS, yang notabene adalah anak dari petinggi petugas pajak, justru terbukti menunggak pajak kendaraan Rubicon-nya.
Masyarakat pun secara terang mengaku enggan untuk melapor Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Bahkan, di sosial media tengah ramai untuk membuat seruan tak bayar pajak. Hal ini kembali membuat Ani gelisah, ia pun memahami, bagaimana reaksi kekecewaan masyarakat atas pengemplangan pajak tersebut.
Bahkan, hal ini diperparah, dengan temuan menggegerkan, yang menyebut sebanyak 13.885 pegawai di lingkungan Kemenkeu, belum memberikan bukti terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Said Aqil Siroj pun, juga turut menanggapi polemik tersebut. Dirinya jua menyerukan aksi tak bayar pajak, apabila diketahui RAT melakukan tindakan tercela, dan terbukti menyelewengkan pajak. Di mana hal ini pernah digaungkannya, saat Gayus Tambunan, ASN DJP Kemenkeu, terbukti melakukan penyelewengan pajak.
“Tahun 2012 bulan September, Munas Ulama di Pesantren Cirebon, waktu itu baru ada kejadian Gayus Tambunan, keputusan para kyai bahwa kalau uang pajak selalu diselewengkan, NU akan mengambil sikap tegas, warga NU tidak usah bayar pajak,” ujar Said, saat hendak menjenguk David di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta, Selasa, (28/02).
“Saya ungkit keputusan munas tadi. Kalau memang pajak uang diselewengkan, ulama ini akan mengajak warga tak usah membayar pajak,” tambahnya.
Diperiksa KPK
Sepekan kemudian, RAT pun dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait LHKPN miliknya, yang dinilai janggal. Sebagaimana diketahui, RAT memiliki harta kekayaan senilai Rp 56 miliar dan dinilai tidak sesuai dengan jabatannya, sebagai Pegawai Eselon III DJP Kemenkeu, sehingga dibutuhkan klarifikasi dari yang bersangkutan.
RAT pun menjalani pemeriksaan, sejak pukul 09.00 WIB, dan keluar dari Gedung KPK sekitar pukul 17.40 WIB. Atau lebih tepatnya, menjalani proses pemeriksaan selama delapan jam.
“Jadi hari ini saya memenuhi undangan yang diberikan KPK. Jadi tolong kasihani, saya sudah lelah, saya sudah lelah,” ujar RAT, pada Rabu (01/03/23).
Dipecat Tidak Hormat
Polemik pun terus bergulir dan menuju babak baru. Di mana pada akhirnya, RAT resmi dipecat secara tidak hormat, dari jabatannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) DJP Kemenkeu. Hal ini menyusul rampungnya proses pemeriksaan internal, yang dilakukan oleh Itjen Kemenkeu.
RAT dianggap terbukti melakukan pelanggaran berat, berdasarkan keputusan yang telah diungkapkan langsung oleh Itjen Kemenkeu, Awan Nurmawan Nuh.
“Audit investigasi RAT sudah kita selesaikan, terbukti ada pelanggaran disiplin berat. Sekarang dalam proses penjatuhan hukuman disiplin. Yang bersangkutan direkomendasikan dipecat,” ujar Awan, pada Selasa (07/03/23).
Tak hanya itu, dengan keputusan memberhentikan RAT secara tidak hormat, maka secara otomatis, dirinya tidak akan mendapatkan dana pensiun. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkeu, Heru Pambudi. Lantaran, pelanggaran yang dilakukan RAT masuk dalam kategori pelanggaran disiplin berat, berdasarkan hasil investigasi Itjen Kemenkeu.
“Karena ini pelanggaran berat, maka konsekuensinya adalah pecat dan tidak dapat pensiun,” tegas Heru, pada Rabu, (08/03/23).
Sementara itu, Heru juga menambahkan, bahwa Itjen telah menyampaikan hasil audit investigasi dan ditemukan banyak pelanggaran berat sehingga merekomendasikan pemecatan RAT dari status ASN. Di mana hal ini juga telah disetujui oleh Menkeu, Sri Mulyani.
Merembet ke Bea Cukai
Bola liar yang dimulai dari kasus penganiayaan MDS tersebut, juga merembet kemana-mana. Kementerian yang dipimipin oleh mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia pun menjadi sorotan dan bulan-bulanan warga.
Tak puas mempreteli kejanggalan RAT, netizen juga menguak bagaimana gaya hidup berlebihan yang kerap ditunjukkan oleh Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, dan juga Kepala Kantor Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono.
Di mana keduanya, baik itu Eko Darmanto dan Andhi Pramono, telah dipanggil dan diperiksa, untuk mempertanggung jawabkan, kepemilikan hartanya, yang tengah disorot tajam oleh warganet.
Hal ini pun kembali membuat Kemenkeu mengambil langkah tanggap, dengan memberikan instruksi untuk mengumpulkan seluruh Kepala Kantor Bea Cukai di Jakarta. Di mana pemanggilan tersebut dilakukan untuk mengikuti rapat koordinasi (Rakornis) kementerian,
“Iya hari ini ada Rakornis di Jakarta,” ujar Kepala Kanwil Bea Cukai Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel), Nugroho Wahyu Wibowo. pada Kamis (09/03/23).
Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, juga turut mengungkap, temuan transaksi mencurigakan lain, yang ada di lingkungan Kemenkeu. Tak main-main, Mahfud menemukan transaksi mencurigakan tersebut senilai Rp 300 triliun.
“Saya juga sudah menyampaikan laporan lain di luar yang Rp 500 miliar (temuan PPATK). Saya sudah dapat laporan yang pagi tadi, terbaru malah ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan, yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai,” ujar Mahfud, pada Rabu (08/03/23).
Lebih lanjut, Mahfud mengakui, bahwa dirinya sudah menyerahkan informasi temuan transaksi mencurigakan tersebut, kepada Menkeu, serta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Kemarin ada 69 orang (pegawai Kemenkeu berharta tak wajar) dengan nilai hanya enggak sampai triliunan. Hanya ratusan, ratusan miliar. Sekarang hari ini sudah ditemukan lagi kira-kira 300 T, harus dilacak,” tegas Mahfud.
Kemunculan Sosok Agnes
Berdasarkan penelusuran, Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Ary Syam Indradi, menyebutkan, bahwa penganiayaan terjadi pada Senin (20/02) silam, sekitar pukul 20.30 WIB. Polisi pun dengan cepat mengamankan MDS.
Tak berselang lama, tepatnya empat hari kemudian, berkat desakan luas dari masyarakat, polisi pun akhirnya juga turut mengamankan Shane Lukas, teman MDS yang ada pada saat aksi penganiayaan.
“Berdasarkan fakta, alat bukti dan barang bukti yang kami temukan dari pendalaman penyidikan, malam ini kami telah mengalihkan status S atau S.L.R.P.L (19) menjadi tersangka,” tutur Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade, pada Jumat, (24/02/23) silam.
Namun, masyarakat pun menyoroti sesuatu yang janggal, yakni terkait di mana keberadaan misterius Agnes, yang diduga menjadi sosok provokator dalam aksi penganiayaan MDS. Dalam keterangan pihak kepolisian, ihwal kasus bermula, saat Agnes, yang juga mantan kekasih David, mengadu kepada pacarnya MDS, bahwa David telah melakukan perbuatan yang kurang baik.
Setelah dua pekan menghilang bak ditelan bumi, keberadaan Agnes mulai terungkap. Agnes ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai pelaku anak atau anak yang berkonflik dengan hukum. Penahanan Agnes dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya, pada Rabu (08/03/23) malam.
Sebagai informasi, Polda Metro Jaya memutuskan untuk menahan Agnes di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS), di bawah naungan Bapas Kelas 1 Jakarta Selatan, selama 7 hari ke depan.
“Kita laksanakan penahanan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) selama 7 hari dari kewenangan penyidik melakukan penahanan,” kata Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi.
Selain itu, penahanan terhadap Agnes mengacu kepada Undang-Undang Sistem Peradilan Anak. Penahanan dilakukan usai penyidik melakukan pemeriksaan selama 6 jam, sebagai pelaku anak atau anak yang berkonflik dengan hukum.
“Hasil pemeriksaan, malam ini kami putuskan penyidik kemudian melakukan penangkapan dan dilanjutkan dengan penahanan. Tentunya penahanan ini kita berdasarkan UU Sistem Peradilan Anak, menyesuaikan undang-undang yang berlaku,” tambahnya.
Sri Mulyani Diminta Mundur
Perkembangan kasus tersebut semakin meluas hingga trending di twitter tuntutan kepada menteri keuangan Sri Mulyani untuk mundur. Semenjak terbongkarnya gaya hidup anak dari RAT, disusul dengan munculnya kasus – kasus baru dari jajaran pejabat yang berada di Ditjen Pajak dan Bea Cukai yang tengah mendapat sorotan.
Hingga saat ini diduga pelanggaran yang telah dilakukan oleh para pejabat yang ada di Ditjen Pajak dan Bea Cukai telah diperiksa sebanyak 69 orang.
Bahkan diperkirakan adanya transaksi mencurigakan hingga mencapai Rp 300 triliun yang terjadi di Kementerian Keuangan.
Hal inilah yang membuat para warganet kesal terhadap Sri Mulyani yang hingga saat ini belum memberikan klarifikasi ataupun keputusan yang tegas.
Bahkan Sri Mulyani saat diwawancara dengan berbagai sumber seolah membela para anak buahnya yang telah memiliki harta dan aset yang fantastis.
Di sisi lain, diketahui Sri Mulyani sendiri tengah merangkap sebanyak 30 jabatan saat ini.
Sedangkan dalam Pasal 23 UU No 29 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Menteri dilarang merangkap jabatan apabila jabatan yang dimaksud adalah sebagai pejabat negara lain.
Selain itu juga tidak diperbolehkan menjadi komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau swasta atau merangkap sebagai pimpinan organisasi yang dibiayai oleh APBN/APBD.
Rentetan hal ini yang kemudian menyulutkan warganet untuk menyuruh Sri Mulyani mundur sebagai Menteri Keuangan.
Laporan: Abdul