Republiktimes.com – Sebagai Wajib Pajak dengan status Pengusaha Kena Pajak (PKP) terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Faktur Pajak. Mulai dari sisi Penerbit, Lawan Transaksi, Informasi detail transaksi, saat pembuatan dan Aplikasi pembuatan fakturnya. Terkadang pada saat pembuatan Faktur Pajak Keluaran terdapat kendala yang menyebabkan PKP gagal upload Faktur Pajak. Penyebab gagal upload dapat bervariasi, salah satunya karena status pembuatan faktur pajaknya disuspend (dinonaktifkan).
Banyak PKP yang tidak aware dengan penetapan status suspend (penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak) ini. Pengertian suspend disini yaitu penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak terhadap PKP dengan kriteria yang telah ditetapkan. PKP yang terkena suspend akan menghadapi beberapa dampak yang merugikan diantaranya tidak dapat melakukan proses upload atas faktur pajak keluaran yang telah dibuatnya atau bahkan sampai dengan Pencabutan Status PKPnya.
Melihat keterangan status suspend di coretax
Salah satu cara untuk mengetahui apakah PKP sedang terkena suspend adalah dengan melihat Profil di akun Coretax Wajib Pajak, pada bagian Informasi Umum di keterangan Penonaktifan Akses Pembuatan Faktur Pajak. Bagi Wajib Pajak dengan status PKP, jika keterangan pada bagian Penonaktifan Akses Pembuatan Faktur Pajak muncul tanda silang berarti PKP tersebut statusnya sedang di Suspend dan tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak.
Penyebab Suspend
Berdasarkan Dasar Hukum ketentuannya, terdapat beberapa hal yang menyebabkan PKP dikenakan status suspend yaitu:
- PKP yang tidak melaksanakan kewajiban sebagai Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sesuai dengan kriteria tertentu (PER-19/PJ/2025); atau
- Wajib Pajak Terindikasi Penerbit dan Wajib Pajak Terindikasi Pengguna Faktur Pajak tidak sah berdasarkan hasil kegiatan intelijen perpajakan (PER-9/PJ/2025).
Kedua aturan tersebut mengatur mengenai penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak bagi PKP dengan kriteria yang berbeda.
PER-19/PJ/2025 mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang menonaktifkan akses pembuatan Faktur Pajak bagi PKP yang tidak melaksanakan kewajiban sebagai Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan. Kewajiban tersebut meliputi:
- kewajiban pemotongan atau pemungutan pajak secara berturut-turut dalam 3 (tiga) bulan;
- pelaporan SPT Tahunan untuk tahun pajak yang telah menjadi kewajibannya;
- Pelaporan SPT Masa PPN berturut-turut selama 3 (tiga) bulan dan /atau 6 (enam) Masa Pajak dalam periode 1 (satu) tahun kalender;
- pelaporan bukti pemotongan atau pemungutan pajak berturut-turut selama 3 (tiga) bulan; dan
- tunggakan pajak (Paling sedikit Rp250.000.000,00 Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Pratama dan Rp1.000.000.000,00 untuk Wajib Pajak yang terdaftar selain di KPP Pratama).
Sedangkan ketentuan PER-9/PJ/2025 mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menonaktifkan akses pembuatan Faktur Pajak terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit dan Wajib Pajak Terindikasi Pengguna Faktur Pajak Tidak Sah (Faktur Pajak yang diterbitkan dan/atau digunakan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; dan/atau Faktur Pajak yang diterbitkan oleh pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP) berdasarkan hasil kegiatan intelijen perpajakan.
Melihat dasar ketentuan suspend
Sampai dengan artikel ini dibuat, penulis belum menemukan pencantuman keterangan dalam akun Wajib Pajak terkait aturan yang mendasari penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak. Jadi untuk mengetahui apakah status suspend PKP disebabkan karena PER-19/PJ/2025 atau PER-9/PJ/2025, Wajib Pajak harus bertanya/konfirmasi langsung ke KPP terdaftar untuk mengetahui dasar hukum penetapannya.
Cara aktivasi status suspend
Tapi jangan khawatir jika akses pembuatan Faktur Pajak dinonaktifkan, Wajib Pajak memiliki kesempatan untuk dapat mengaktifkan kembali akses pembuatan Faktur Pajaknya melalui cara sebagai berikut:
- Bagi Wajib Pajak yang akses pembuatan Faktur Pajaknya dinonaktifkan sesuai PER-19/PJ/2025, Wajib Pajak menyampaikan klarifikasi ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan contoh format yang disediakan dilampiri dokumen pendukung berupa:
- bukti pemotongan atau pemungutan pajak secara berturut-turut dalam 3 (tiga) bulan;
- tanda terima pelaporan SPT Tahunan untuk tahun pajak yang telah menjadi kewajibannya;
- tanda terima pelaporan SPT Masa PPN berturut-turut selama 3 (tiga) bulan dan /atau 6 (enam) Masa Pajak dalam periode 1 (satu) tahun kalender;
- bukti pelaporan bukti pemotongan atau pemungutan pajak berturut-turut selama 3 (tiga) bulan; dan
- bukti pelunasan tunggakan pajak dan/atau surat keputusan persetujuan pengangsuran atau penundaan pembayaran utang pajak yang masih berlaku.
- Bagi Wajib Pajak yang akses pembuatan Faktur Pajaknya dinonaktifkan sesuai PER-9/PJ/2025,Wajib Pajak menyampaikan klarifikasi ke Kanwil DJP dengan menggunakan contoh format yang disediakan dilampiri dokumen pendukung berupa:
- untuk Wajib Pajak Orang Pribadi:
- fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) bagi Warga Negara Indonesia (WNI) atau Paspor yang masih berlaku bagi Warga Negara Asing (WNA), yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;
- surat keterangan tempat kegiatan usaha minimal dari Lurah atau Kepala Desa;
- untuk Wajib Pajak Orang Pribadi:
- foto lokasi/tempat kegiatan usaha Wajib Pajak;
- daftar penyedia barang (supplier list) selama 1 (satu) tahun terakhir;
- rekening koran asli dan bukti penerimaan/pengeluaran pembayaran selama 1 (satu) tahun terakhir;
- dokumen transaksi selama 1 (satu) tahun terakhir.
- untuk Wajib Pajak Badan:
- fotokopi KTP dan KK dalam hal pengurus dan/atau penanggung jawab merupakan WNI atau Paspor yang masih berlaku dalam hal pengurus dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak merupakan WNA dengan memperlihatkan dokumen asli;
- fotokopi dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap, yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;
- surat keterangan tempat kegiatan usaha minimal dari Lurah atau Kepala Desa;
- foto lokasi/tempat kegiatan usaha Wajib Pajak;
- daftar penyedia barang (supplier list) selama 1 (satu) tahun terakhir;
- rekening koran asli dan bukti penerimaan/pengeluaran pembayaran selama 1 (satu) tahun terakhir;
- dokumen transaksi selama 1 (satu) tahun terakhir.
Berdasarkan hasil penelitian, KPP atau Kanwil DJP menentukan hasil atas klarifikasi tersebut apakah akan dikabulkan atau ditolak. Jika Klarifikasi diterima, akses pembuatan Faktur Pajak akan diaktifkan kembali sehingga PKP dapat menerbitkan faktur seperti sedia kala. Dengan adanya ketentuan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Formal dan Material Wajib Pajak yang berstatus sebagai PKP melalui pelaporan, pembayaran dan kebenaran penerbitan Faktur.
Penulis
Muhammad Fuad Hasan
Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Muda



