Republiktimes.com – Keberadaan artificial intelegensia (kecerdasan buatan), atau yang kerap disebut AI, telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Pelbagai bidang terimbas oleh keberadaannya, sehingga dibutuhkan regulasi untuk mengatur keberadaan AI, agar terdapat proteksi terhadap hak warga negara.
Guru besar UIN Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie, mengatakan, keberadaan AI di Indonesia menambah khazanah baru dalam tata kelola digital di Indonesia. Dan merupakan konsekuensi dari keberadaan digital yang harus dikelola dengan baik.
“AI telah melahirkan sisi kebaikan dan kemudaratan sekaligus. Negara harus mengelolanya melalui aturan hukum untuk meminimalisir dampak kemudaratan AI,” ujar Tholabi, saat menjadi pembicara di UIN Jakarta, Rabu (21/6/2023).
Tholabi, yang juga Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Jakarta ini menyebutkan, keberadaan AI secara nyata bersinggungan dengan aspek etika dan hukum.
Di mana isu mayor yang muncul akibat keberadaan AI ini, di antaranya soal hak cipta (copy right) yang cukup rentan dilanggar, akibat keberadaan AI.
“Isu mayor yang muncul akibat AI ini soal hak cipta (copy right) yang terdisrupsi atas keberadaan AI,” urai Tholabi.
Selain itu, di bidang akademik, Tholabi juga menyebutkan, bahwa AI telah memberi tantangan yang kompleks dalam menghadirkan otentisitas dan originalitas karya ilmiah.
“Kita belum tuntas menghadapi keberadaan digital melalui mesin pencari seperti Google, terkait menjaga orisinalitas dan otentisitas karya ilmiah. Sekarang kita justru dihadapkan keberadaan AI yang jauh lebih canggih dan kompleks,” tegas Tholabi.
Keberadaan AI sendiri, yang bisa diwujudkan dalam bentuk teks, audio, video, dan gambar, dinilai rentan menjadi medium untuk tindakan yang keluar dari etika dan hukum. Tholabi menyebut, situasi tersebut patut diwaspadai, khususnya saat momentum politik seperti Pemilu di tahun 2024 nanti.
“Jangan sampai AI justru menjadi medium penyebaran informasi yang distortif dan mengacaukan publik. Ini yang harus kita antisipasi,” ingat Tholabi.
Oleh sebab itu, Tholabi menyerukan, agar negara dan pemangku kepentingan bisa bersama menyiapkan aturan hukum, untuk mengelola keberadaan AI, dalam rangka mewujudkan kebaikan dan kemajuan untuk publik.
“Di sinilah urgensi dan signifikansi aturan tentang AI. Potensi kerumitan yang muncul dari AI harus dibaca dengan baik oleh negara dengan menyiapkan perangkat hukum yang solid dan memberi aspek proteksi kepada publik,” pungkasnya.