Republiktimes.com – Jika kamu berharap tulisan ini akan penuh dengan teori dan data canggih minimal terbaru terkait dengan hilirisasi maupun hal rumit soal ideologi yang sedang berperang dibalik program tersebut, bersiaplah untuk tidak mendapat apapun kecuali omon – omon saja, hehe. Karena yang menulis ini tidak se”ekspert” itu, kecuali hanya sebagai warga negara yang suka dan peduli banget dengan tema tersebut.
Hilirisasi berarti penghiliran atau mengolah bahan baku menjadi barang siap pakai, hilirisasi bertujuan mengoptimalkan nilai jual produk sehingga memberi nilai tambah bagi pendapatan pemerintah, atau simpelnya adalah tidak menjual bahan mentah lagi. Misalnya sawit, ga lagi – lagi Indonesia hanya mengekspor sawitnya aja, tapi kelak akan mengekspor bahan jadi yang dibutuhkan negara – negara dunia, yaitu sebuah bahan bakar pesawat terbang. Kata Om Prabowo, dia bersikeras melanjutkan program hilirisasi 21 komoditas, yaitu batu bara, nikel, timah, tembaga, bauksit, besi baja, emas perak, aspal buton, minyak bumi, gas bumi, sawit, kelapa, karet, biofuel, kayu log, getah pinus, udang, perikanan, rajungan, rumput laut, garam. Bahkan terakhir, Gibran pun menginisiasi apa yang disebut dengan hilirisasi digital.
Hilirisasi sebenarnya sudah lama digagas agar ekonomi Indonesia semakin bertumbuh, bahkan bisa setara dengan negara – negara superpower di dunia, namun faktanya memang program ini baru take off di kepemimpinan Jokowi. Di medio 2014 hingga 2015, Indonesia mendapatkan pemasukan 31 triliyun dari ekspor bahan mentah, namun setelah hilirisasi, pemasukan meningkat menjadi 510 triliyun.
Lalu siapa yang meradang dengan adanya program hilirisasi ini? Tentu saja para globalis tersebut. Sebut saja negara US, EU dan Israel. Dalam artikel yang dirilis pada laman global research, tertulis seperti berikut: “Today, the governments of the US, EU and Israel are experiencing a global revolution against their “rules-based order” and are struggling to remain the unipolar hegemonic power thus by creating a censorship regime to keep important information hidden from the public in order to continue their regime change wars, interfere in foreign elections, coordinate political assassinations, to imposing crippling economic sanctions against their adversaries. The “monolithic and ruthless conspiracy” that JFK spoke about has come true in various forms since his groundbreaking speech, but one thing I would like to mention is that there is hope, there is a world-wide awakening taking place and the Globalists are very concerned.”
Ini artinya, menjadi berat perjalanan Prabowo untuk melanjutkan kepemimpinan di Indonesia, globalis akan memakai segala cara agar menghentikan Prabowo. Sebut saja Tom Lembong, orang yang berada dalam lingkaran Anies Baswedan tersebut berkata dengan tegas bahwa program hilirisasi harus kembali ke mekanisme pasar, sebuah mekanisme yang sudah dibuat para globalis sejak pelajar brekeley pulang ke Indonesia. Agar apa? Agar Indonesia tetaplah menjadi negara yang hanya terbatas menjadi daerah sumber pekerja murah, tempat mengeruk sumber daya alam, dan daerah yang menjadi pusat pasar bagi para globalis.
Dari tiga “fungsi” Indonesia selama ini, mereka berikan Indonesia sedikit uang, dan dari sedikit uang, kita membeli produk “jadi” mereka yang sejatinya berasal dari bahan mentah yang kita kirimkan.
Dari fakta empiris dan logika tersebut, mari kita berfikir. Jadi sebenarnya siapa musuh rakyat Indonesia?
Penulis: Zahra (Alumni KAMMI, CEO Jurnal Publik Research & Consulting)