Yogyakarta, Republiktimes.com – Hukum Islam Program Doktor (HIPD) Jurusan Studi Islam (JSI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan Workshop “Perkembangan Zakat dan Wakaf di Indonesia dan Malaysia.” Acara ini digelar di ruangan rapat HIPD JSI FIAI, di Kampus UII Yogyakarta (30/11/2023).
Hadir dalam acara tersebut Dr. Anisah Budiwati, Ketua Prodi HIPD JSI FIAI UII, Dr. Setiyawan Bin Gunardi, Dosen Universiti Sains Islam Malaysia (USIM), Dr. Siti Achiria, SE., MM., dosen Prodi Ekonomi Islam FIAI UII dan Pengelola Wakaf Uang Badan Wakaf UII, dan perwakilan mahasiswa HIDP JSI FIAI UII, Edo Segara Gustanto, SE., ME., C.IMM. Acara ini dipandu oleh moderator, yang juga mahasiswa HIPD JSI FIAI UII, Ibnul Jauzi Abdul Caesar, SE., ME.
Pembicara pertama, Setiyawan Bin Gunardi mengatakan jika praktik zakat di Malaysia jika dibandingkan dengan Indonesia tidak jauh berbeda. Namun ada beberapa juga yang berbeda, misalnya. Zakat di Malaysia bisa menggantikan bea cukai/pajak. Kemudian di Malaysia juga mendorong perusahaan-perusahaan agar mencantumkan logo zakat bagi yang telah menunaikan zakat.
“Ada hal yang menarik juga, di Malaysia ada zakat untuk LGBT. Setiyawan mengingatkan bahwa zakat tersebut bukan untuk menghidupi pelaku LGBT, namun untuk mengobati penyakit LGBT agar sembuh,” ungkapnya dalam kesempatan workshop tersebut.
Sementara pembicara kedua, Siti Achiria, ia memaparkan tentang perkembangan wakaf di Indonesia yang cukup berkembang sejak munculnya Badan Wakaf Indonesia (BWI). Praktik Wakaf Uang yang dilakukan UII juga mendapat izin/lisensi dari BWI Pusat. “Namun ada problem sedikit, karena wakaf uang ini kan yang bisa dithasarufkan hanya bagi hasil yang disimpan di bank, sehingga para nadzir harus bekerja keras mengumpulkan wakaf ini agar bermanfaat,” ungkapnya.
Pembicara terakhir dalam workshop tersebut, Edo Segara Gustanto banyak mengungkap praktik penggunaan zakat untuk mengembangkan ekonomi lokal. Ia mencontohkan yang dilakukan oleh LAZISNU DIY, dalam mendukung ekonomi lokal, misalnya LAZISNU DIY membuat program Kampung Nusantara di Gunung Kidul.
“Kampung Nusantara terdiri sembilan pilar pokok program NU Care-LAZISNU yaitu Sosial Keagamaan, Kebencanaan, Pendidikan, Ekonomi, Kesehatan, Hukum HAM dan Kemanusiaan, Kebudayaan dan Pariwisata, Sumber Daya dan Pengolahan, serta Lingkungan Hidup dan Energi. Untuk menentukan desa mana yang menjadi sasaran program LAZISNU DIY menggunakan indikator Inedeks Desa Zakat (IDZ). Jadi jelas terukur,” ungkap Edo.
“Untuk praktik wakaf sendiri, LAZISNU DIY sedang menggagas agar wakaf tunai bisa membiayai UMKM. Caranya, adalah LAZISNU DIY akan membikin holding (perusahaan) yang nilai manfaatnya akan disalurkan lagi kepada UMKM-UMKM yang membutuhkan,” tambah Edo yang juga pengurus PW LAZISNU DIY.[]