Kenaikan tarif air bersih dinilai bertentangan dengan hukum

Republiktimes.com – Kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terkait penetapan tarif air bersih melalui Peraturan Gubernur (Pergub) No. 37/2024 dan Keputusan Gubernur (Kepgub) No. 730/2024, menuai kritik tajam. Pasalnya, kebijakan tersebut dianggap bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dan merugikan masyarakat, khususnya penghuni rumah susun (rusun).

Pengamat Kebijakan Publik, Cecep Handoko, menyebut, bahwa penetapan tarif dalam Kepgub 730/2024 yang menggolongkan penghuni rusun ke dalam kategori pelanggan komersial (Kelompok III) merupakan bentuk pelanggaran prinsip hukum, keadilan sosial, dan asas-asas penyusunan peraturan Perundang-undangan yang baik.

“Kebijakan ini bertentangan dengan semangat Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28H, yang menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh lingkungan yang sehat dan pelayanan dasar yang layak, termasuk air bersih,” tegas Cecep di Jakarta.

Menurut Cecep, Pergub No. 37/2024 memang mengatur tata cara perhitungan tarif, namun Kepgub No. 730/2024 yang menjadi dasar implementasi, justru menetapkan tarif yang melampaui batas atas yang diizinkan. Di mana tarif baru untuk penghuni rusun mencapai Rp 21.500 /m³, sementara batas atas tarif air bersih di Jakarta berdasarkan Pergub justru hanya sekitar Rp 20.269/m³.

“Ini jelas melanggar logika hierarki peraturan Perundang-undangan. Kepgub seharusnya menjadi pelaksana Pergub, bukan justru menyimpang darinya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Cecep juga menilai, bahwa penggolongan warga rusun sebagai pelanggan komersial adalah cacat secara normatif, karena rusun merupakan hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), yang seharusnya masuk dalam kelompok rumah tangga (Kelompok II).

“Peraturan Pemerintah Nomor 122/2015 dan Permendagri Nomor 21/2020 menegaskan pentingnya klasifikasi pelanggan berdasarkan fungsi hunian. Jika rusun dikategorikan sebagai entitas komersial, maka logika dasar pengelompokan tarif sudah keliru,” tambahnya.

Cecep pun mendesak, agar Gubernur DKI Jakarta segera membatalkan Kepgub No. 730/2024, merevisi klasifikasi pelanggan rusun ke dalam kategori rumah tangga, serta menyelaraskan pelaksanaan Pergub No. 37/2024 dengan peraturan nasional dan asas keadilan sosial.

“Negara tidak boleh membiarkan hak dasar rakyat, seperti air bersih, diperlakukan sebagai komoditas bisnis bagi masyarakat miskin. Ini bentuk pengingkaran terhadap amanat konstitusi,” pungkasnya.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil, penghuni rusun, dan lembaga bantuan hukum pun tengah mempersiapkan langkah hukum untuk mengajukan judicial review dan gugatan tata usaha negara, jika kebijakan ini tidak segera ditinjau ulang.