Republiktimes.com – Kisruh terkait mekanisme penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) apakah akan dilakukan dengan sistem terbuka atau tertutup, akan segera menemui jawaban terang.
Hal itu diungkapkan oleh Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, yang mengatakan bahwa dalam waktu dekat Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskannya. Meski demikian, Partai Buruh memiliki alternatif sendiri, yakni ‘Sistem Pemilu Terbuka Tanpa Suara Terbanyak’.
“Dalam waktu dekat, Hakim MK akan memutuskan Sistem Pemilu. Sikap kami adalah menginginkan Sistem Pemilu Terbuka Tanpa Suara Terbanyak,” ujar Said Iqbal, dalam Konferensi Pers-nya, pada Rabu (24/5/2023).
“Kalau yang sekarang kan Sistem Terbuka, dengan Suara Terbanyak. Dan yang digugat adalah Sstem Pemilu Tertutup, di mana tidak ada nama dan nomor urut Caleg, hanya ada gambar partai politik,” sambungnya.
Said Iqbal pun coba menjelaskan, mengenai gagasannya tersebut. Menurutnya, sistem pemilihan dengan cara terbuka, masih terdapat celah yang kerap dimanfaatkan oleh banyak pihak, sehingga harus ada pengecualiannya.
“Partai Buruh memberikan alternatif, dengan Sistem Terbuka (nama dan nomor urut caleg ada) tapi Tidak Suara Terbanyak.”
“Begitu partai dapat 1 kursi di dapil tertentu, maka yang menentukan Caleg adalah partai, dengan Caleg terbaiknya. Tidak beli kucing dalam karung.”
Hal ini direkomendasikan agar bisa menekan upaya politik praktis yang kian marak terjadi. Dan mengedepankan kader-kader terbaik dari masing-masing partai, untuk maju menjadi perwakilannya.
“Sehingga tidak ada pertarungan artis dengan artis, pengusaha dengan pengusaha. Melainkan pertarungan kader terbaik dari partai, yang telah dikaderisasi dengan baik oleh masing-masing partai,” tegas Said Iqbal.
Meski demikian, gagasan tersebut diakui oleh Said Iqbal bukan berarti anti artis, pengusaha atau lainnya. Melainkan hanya ingin wakil-wakil yang dipilih oleh rakyat, adalah kader terbaik yang telah ditempa dan diasah oleh masing-masing ideologi partai yang ada.
“Karena ini kelemahan serius dari Sistem Pemilu Terbuka dengan Suara Terbanyak. Dan ini membahayakan demokrasi,” pungkasnya.