Republiktimes.com – Salah satu Tokoh Masyarakat Melayu, Dato’ Seri Prof. Dr. Ir. Djohar Arifin Husin, turut angkat suara mengenai konflik yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Menurutnya, konflik tersebut telah membuat duka dan kecewa bagi masyarakat melayu, di berbagai daerah.
“Sanak saudara kami di Pulau Rempang terancam kehilangan sejarah dan kenangan atas tanah-tanah mereka. Tanah leluhur mereka, dengan dalih pengembangan kawasan industri investasi,” ujar Djohar, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu (13/9/2023).
Lebih lanjut, Djohar, yang juga Ketua Umum Pakat Melayu tersebut menilai, adalah suatu hal yang wajar, apabila masyarakat di Pulau Rempang menolak untuk pindah, dari kampung halamannya. Mengingat, mereka sudah ada sejak 1834 silam.
“Mereka sudah mendiami kampung itu, tanah itu, sudah ratusan tahun. Jadi wajar kalau mereka menolak,” tambahnya.
Anggota DPR dari Fraksi Gerindra tersebut juga menambahkan, bahwa catatan sejarah tentang Kampung Rempang di masa lampau, bisa dilihat dari catatan arsip Belanda dan Kesultanan Riau Lingga. Dirinya juga menegaskan, bahwa investasi hakikatnya untuk melindungi kesejahteraan rakyat, termasuk di pulau Rempang.
“Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 jelas menyebutkan, bahwa investasi untuk perekonomian disusun sebagai usaha bersama, berdasarkan atas Asas Kekeluargaan dan Melindungi Tumpah darah Indonesia. Konstitusi Indonesia telah menjamin hak asasi manusia, oleh karena itu setiap kebijakan pemerintah harus memperhatikan dan menjamin hak-hak tersebut tidak terlanggar, termasuk di Pulau Rempang dan Galang,” lanjut Djohar.
Selain itu, Djohar juga menyinggung pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rapat Kabinet 2019 lalu. Di mana kala itu, Jokowi memerintahkan setiap menterinya untuk melindungi keberlangsungan warga Indonesia, di tengah kucuran duit asing.
“Pada tahun 2019, saat rapat kabinet, presiden kita pernah berpesan kepada seluruh kabinetnya, jika ada izin konsesi dan di dalamnya ada masyarakat, maka pastikan masyarakatnya terlindungi dan diberikan kepastian hukum. Jika perusahaan pemilik konsesi tidak memperhatikannya, maka cabut izinnya, siapa pun pemiliknya itu, kata presiden Jokowi,” kenang Djohar.
Karenanya, dengan dasar tersebut, Djohar memberikan beberapa tuntutan kepada Presiden Jokowi dan jajarannya, untuk segera menuntaskan berbagai persoalan di Pulau Rempang.
“Saya mengatakan, mengecam tindakan aparat yang represif dan minta, agar semua aparat menahan diri. Kapolri dan Panglima TNI harus turun tangan untuk menindak aparat-aparatnya dan mengusut tindakan aparat yang berlebihan,” tegas Djohar.
Tak lupa, Djohar juga mengingatkan kepada Mendagri, untuk menegur Gubernur Kepulauan Riau dan Walikota Batam, karena dinilai telah membuat penderitaan bagi rakyatnya dan telah merusak serta memusnahkan situs sejarah yang ada. Pemerintah juga diminta untuk bisa menjamin pengobatan bagi masyarakat yang terluka dan menjadi korban akibat konflik di Pulau Rempang tersebut.
“Bebaskan masyarakat yang ditahan akibat bentrok dan menjamin mereka tidak dianiaya, sebagai indikasi bahwa pemerintah ingin menyelesaikan masalah ini dengan cara humanis,” tutur Djohar.
Terakhir, Djohar juga meminta, agar dilakukan penundaan sementara pembangunan Proyek Rempang Eco City, sebelum hak masyarakat terdampak dipenuhi oleh pemerintah.
“Saya meminta pemerintah untuk memberhentikan sementara PSN Rempang Eco City, sebelum hak masyarakat terdampak terpenuhi dan memastikan bahwa akar budaya dan wilayah adat mereka tidak hilang,” pungkasnya.