Republiktimes.com – Wacana Presiden dipilih MPR RI dengan melakukan amandemen UUD 1945 kembali mencuat dan ramai diperbincangkan publik. Kawal Pemilu dan Demokrasi (KPD) menilai, wacana itu adalah bentuk kemunduran dan pengkhianatan terhadap reformasi.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Koordinator Nasional KPD, Miftahul Arifin, pada Sabtu (8/6/2024).
“Wacana itu dapat mengganggu konsolidasi demokrasi yang selama ini sudah berjalan baik, meskipun itu perlu banyak hal yang harus diperbaiki dan dievaluasi,” ungkap Miftah.
Miftah juga menuturkan, bahwa demokrasi yang ada saat ini merupakan koreksi dari penyimpangan yang terjadi sebelumnya. Di mana saat ini yang harus dilakukan adalah meningkatkan kualitas dan efektifitas demokrasi, bukan malah mundur ke belakang lagi.
“Demokrasi yang dipilih langsung oleh rakyat hari ini merupakan koreksi atas penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di era-era sebelumnya. Sebab itu, dengan dipilih langsung oleh rakyat sudah benar dan tinggal disempurnakan lagi,” jelasnya.
Jika harus ada evalaluasi, lanjut Miftah, maka yang perlu di evaluasi dan diperbaiki adalah bagian proses pencalonannya. Bukan justru amandemen UUD 1945 dengan Pilpres dipilih oleh MPR.
“Yang perlu diperbaikan dan disempurnakan proses pencalonan yang mestinya lebih inklusif Serta penguatan penegakan hukum untuk mencegah terjadinya pelanggaran,” terangnya.
Sebelumnya, Ketua MPR periode 1999-2004, Amien Rais, mengunjungi pimpinan MPR RI. Amien mengatakan kunjungan itu turut membahas terkait amandemen UUD 1945, dan Amien mengaku tidak keberatan jika Presiden kembali dipilih oleh MPR.