Republiktimes.com – Sejak memproklamirkan diri sebagai bangsa yang berdaulat pada 17 Agustus 1945, Indonesia terus tumbuh dan berkembang di segala bidang. Tak terkecuali di bidang perekonomian. Presiden Soekarno kala itu, bahkan membangun sebuah mega proyek yang dinamakan ‘Mercusuar’, sebagai upaya, untuk menunjukkan siapa Indonesia, di mata dunia.
Tanpa keberanian dan keteguhan hati, mungkin kita saat ini tidak akan bisa menikmati, beberapa hasil dari proyek yang mampu mendongakkan kepala bangsa. Seperti Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Monas, Gedung DPR/MPR, Jembatan Semanggi, Monumen Selamat Datang dan Hotel Indonesia.
Tentu, keberhasilan tersebut tak hanya membanggakan anak bangsa, melainkan juga membelalakkan mata dunia. Mengingat Indonesia adalah negara yang baru merdeka, dan lepas dari penderitaan penjajah. Terlebih, semangat ‘Berdikari dalam Ekonomi’ (Pidato Soekarno, Konsep Trisakti dalam Tavip, 1965) tak hanya digaungkan semata. Namun bersama-sama berjuang untuk diimplementasikannya.
Seiring perjalanan bangsa, tentu negara berpenduduk 273,52 juta jiwa (Laporan Worldometers, Januari 2023) ini, tak lepas dari terpaan badai masalah dan krisis keuangan. Di mana salah satu peristiwa kelam, yang akan selalu kita ingat bersama, ialah ‘Krisis Moneter’ di Tahun 1998, yang menimpa negara-negara Asia, seperti Thailand, Korea dan juga Indonesia.
Peristiwa tersebut pun menjadi pelajaran penting, bagaimana multiplier effect yang ditimbulkan, seperti krisis sosial yang berakibat kerusuhan. Serta krisis politik yang memaksa Presiden Soeharto turun dari kekuasaan. Sehingga pemerintah, terus konsisten dan berkomitmen, untuk melindungi stabilitas negara, di mana salah satunya menjaga perekonomian bangsa.
Sebagai bukti nyata, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan, di mana salah satunya ialah memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Seperti Kepres No. 26/1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum, dan Kepres No. 193/1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.
Di sisi lain, kehadiran dua aturan tersebut berhasil menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat, namun pemerintah terus berupaya, bagaimana aturan tersebut dapat disempurnakannya. Sehingga muncul lah UU No. 24/2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Aturan tersebut jua lah, yang dijadikan sebaggai dasar hukum terbentuknya sebuah lembaga negara baru, yakni LPS, yang resmi beroperasi pada 22 September 2005 (Lps.go.id).
Hampir 18 tahun membersamai masyarakat, tentu telah banyak sumbangsih yang diberikannya. Hal itu tergambar jelas dalam Visi pertamanya, yakni ‘menjamin simpanan nasabah’. Kehilangan simpanan dalam bentuk tabungan, bukan lah suatu hal yang baru terjadi. Dan di sini lah LPS berperan krusial. Di mana dalam salah satu wewenangnya, LPS wajib ‘melakukan penyuluhan kepada bank & masyarakat tentang penjaminan simpanan’.
Seperti tema kali ini, yakni ‘meningkatkan kepercayaan masyarakat’, sudah barang tentu, wewenang dari LPS tersebut mampu menumbuhkan kepercayaan, sekaligus menguatkannya. Lantaran wewenang tersebut terus konsisten dilakukan, hingga hampir dua dekade lamanya.
Selain itu, LPS juga terlah berhasil menjalankan tugas lainnya, yakni ‘menjaga stabilitas sistem keuangan’. Bahkan, hal tersebut telah dibuktikannya dengan nyata. Bersama dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yakni Kemenkeu, BI dan OJK, LPS bersinergi dan bekerja sama. Demi satu tujuan, yakni menjaga stabilitas sistem keuangan bangsa, pasca Pandemi Covid-19 melanda.
Kepercayaan masyarakat terhadap LPS pun dibayar langsung dengan salah satu bukti yang ada. Masyarakat pun berbondong-bondong menyisihkan pendapatannya, di salah satu ‘bank pelat merah’. Peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) dari PT Bank Mandiri (Persero), berhasil melonjak signifikan, terutama dari simpanan tabungan. Diketahui, pertumbuhan DPK Bank Mandiri, secara konsolidasi naik 9,62% yoy, dari Rp 1.269 triliun di Kuartal I 2022, menjadi Rp 1.391,14 triliun di akhir Kuartal I 2023. (Berita Finance Warta Ekonomi, April 2023)
Tentu, menyisihkan sebagian pendapatan dalam bentuk tabungan, merupakan salah satu ‘gaya hidup’ positif yang harus dilakukan demi suatu impian. Dan kita, wajib untuk mengapresiasinya. Seperti pepatah lama, ‘sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit’. Kehadiran LPS mampu meberikan garansi, bahwa menabung di bank, tak perlu lagi dihantui rasa gelisah akan kehilangan.
Selain itu, sedari kecil, kita juga sudah diajarkan, bagaimana manfaat dari ‘menyisihkan’. Bahkan, di sekolah, rutinitas tersebut masih kerap dilakukan, sebagai bentuk ‘perencanaan keuangan’. Memang bukan anak tersebut yang merencanakannya, namun orang tua dari siswa lah, yang berpikir ke depan, untuk mengatur siasat, agar uang jajan anaknya bisa bermanfaat.
Bahkan kebiasaan yang sudah lama ditanamkan oleh ayah atau ibu tersebut, membuat kita turut melakukannya, setelah dewasa dan bekerja. Tentunya, adalah diri kita pribadi sebagai perencana, dan LPS sebagai penjaminnya.
Selain sebagai salah satu pijakan untuk meraih impian, kita sadar betul, bahwa menabung turut membantu kita, untuk ‘mengatasi perilaku konsumtif.’ Sehingga bisa lebih berhati-hati, untuk membeli sesuatu ‘yang diperlukan’, dan bukan ‘yang diinginkan’.
Penulis: Abdul C.