Republiktimes.com – Menteri Koperasi (Menkop), Ferry Juliantono, menegaskan komitmen pemerintah untuk mempercepat transformasi digital koperasi, sekaligus meminimalkan risiko hukum yang selama ini membayangi praktik operasional koperasi di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Ferry saat menjadi narasumber dalam Seminar Nasional bertema ‘Risiko Hukum Digitalisasi Koperasi’ yang diselenggarakan Forum Koperasi Indonesia (Forkopi), di Pusdiklat Kospin Jasa, Pekalongan Timur, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, pada Sabtu (13/12/2025).
Ia menyebutkan, tema seminar tersebut sangat relevan dengan agenda pembenahan di internal Kementerian Koperasi (Kemenkop).
“Tema risiko hukum digitalisasi koperasi ini menarik, dan kami di Kementerian Koperasi sebenarnya juga sudah berupaya untuk melakukan gerak cepat ketika kami mendapatkan amanah di Kementerian Koperasi,” ujarnya.
Menurut Ferry, langkah awal yang dilakukan adalah membentuk ke-deputian baru yang khusus menangani digitalisasi koperasi sebagai bagian dari transformasi kelembagaan.
“Kita memang membentuk ke-deputian baru tentang digitalisasi koperasi, karena kami juga perlu memperbaiki dan memperbaharui dan mentransformasi Kementerian Koperasi itu sendiri,” tambahnya.
Ia mengakui, selama ini data koperasi yang dimiliki pemerintah masih bersifat pasif dan statis, terbatas pada keanggotaan dan pelaksanaan RAT.
“Data koperasi yang kami miliki itu sifatnya memang masih pasif… tapi sifatnya masih sangat statis,” lanjutnya.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Kementerian Koperasi akan meresmikan Command Center yang berfungsi mentransformasi data koperasi agar lebih dinamis dan terintegrasi. Command center ini diharapkan mampu memotret aktivitas koperasi secara real time dan menjadi dasar kategorisasi koperasi, mulai dari yang sehat hingga yang membutuhkan pendampingan.
“Harapannya dengan Command Center ini kita bisa punya KPI yang bisa mecapture atau melihat aktivitas dari setiap koperasi di Indonesia,” ungkap Ferry.
Ferry juga menyoroti perlunya early warning system, mengingat banyak koperasi baru terpantau pemerintah ketika sudah menghadapi masalah hukum atau operasional.
“Kita juga di Kementerian Koperasi perlu semacam early warning system karena banyak sekali yang datang ke Kementerian Koperasi ketika koperasi-koperasi tersebut sudah bermasalah,” imbuh Ferry.
Selain transformasi digital, Ferry menegaskan pemerintah tengah menyiapkan revisi regulasi perkoperasian. Karena Undang-undang (UU) No. 25/1992 dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman, termasuk digitalisasi.
Pemerintah pun mengusulkan perubahan menjadi UU Sistem Perkoperasian Nasional, agar regulasi koperasi lebih terintegrasi dengan lembaga lain, seperti Bank Indonesia dan aparat penegak hukum. Namun proses legislasi UU Koperasi bukanlah perkara mudah dan penuh dinamika politik.
Dalam waktu dekat, ia juga berencana menjembatani komunikasi antara koperasi, Bank Indonesia, dan aparat penegak hukum, termasuk mendorong adanya kesepahaman agar tidak terjadi tindakan sepihak terhadap koperasi di masa transisi regulasi.
Ia berharap seminar ini menghasilkan rekomendasi konkret yang dapat dijadikan rujukan kebijakan pemerintah.
“Atas dasar rekomendasi seminar ini kami di kementerian koperasi akan menjadikan sebagai landasan dan referensi,” ujar Ferry.
Menutup pemaparannya, Ferry menyampaikan apresiasi kepada Forkopi dan Kospin Jasa, sekaligus memaparkan program penguatan Koperasi Desa Merah Putih, pembangunan infrastruktur pendukung, digitalisasi manajemen koperasi desa, serta dorongan agar koperasi kembali masuk ke sektor produksi, distribusi, dan keuangan.
“Presiden berharap keberadaan Koperasi Merah Putih ini bisa menjadi alat perjuangan masyarakat… ada pertumpahan ekonomi di desa dan kelurahan.”



