Republiktimes.com – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto, mengatakan bahwa partainya kini dalam suasana sedih. Dirinya mengungkap bahwa, PDI-P telah memberi keistimewaan yang begitu besar kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), namun kini ditinggalkan.
“Ketika DPP Partai bertemu dengan jajaran anak ranting dan ranting sebagai struktur partai paling bawah, banyak yang tidak percaya bahwa ini bisa terjadi. Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranata kebaikan dan konstitusi,” tulis Hasto melalui keterangannya, pada Minggu (29/10/2023).
“Pada awalnya kami hanya berdoa, agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu benar-benar terjadi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Hasto juga menyinggung, bagaimana rasa sayang PDI-P kepada Jokowi. Yang ditunjukkan dengan kerja keras dari ragam simpatisan, anggota dan kader partai, dalam 5 Pilkada dan 2 Pilpres terakhir.
“Namun, apa yang disampaikan Butet Kartaredjasa, Goenawan Muhammad, Eep Syaifullah, Hamid Awaludin, Airlangga Pribadi dan lain-lain beserta para ahli hukum tata negara, tokoh pro demokrasi dan gerakan civil society, akhirnya kami berani mengungkapkan perasaan kami,” jelas Hasto.
Tak lupa, dirinya juga turut mengomentari, terkait pilihan dari Putra Sulung Jokowi, yakni Gibran Rakabuming Raka, yang bersedia menjadi Calon Wakil Presiden di kubu lawan. Hasto pun menyebut bahwa hal itu sebagai pembangkangan politik atau political disobedience terhadap konstitusi.
“Indonesia negeri spiritual. Di sini moralitas, nilai kebenaran, kesetiaan sangat dikedepankan. Apa yang terjadi dengan seluruh mata rantai pencalonan Mas Gibran sebenarnya adalah political disobedience terhadap konstitusi dan rakyat Indonesia.”
“Kesemuanya dipadukan dengan rekayasa hukum di MK. Saya sendiri menerima pengakuan dari beberapa ketua umum partai politik yang merasa kartu truf-nya dipegang. Ada yang mengatakan life time saya hanya harian; lalu ada yang mengatakan kerasnya tekanan kekuasaan.”