Jakarta, Republiktimes.com – Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mendapat sorotan tajam dari kalangan pengamat. Mereka menilai kebijakan ini berpotensi menambah beban ekonomi masyarakat, terutama di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi.
Menurut Edo Segara Gustanto, pengamat ekonomi Pusat Kajian Analisis Ekonomi Nusantara, kenaikan PPN sebesar 12% dapat memicu inflasi yang lebih tinggi, sehingga daya beli masyarakat berisiko menurun. “Kenaikan PPN akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa, yang pada akhirnya akan dibebankan kepada konsumen. Dalam situasi ekonomi yang masih rentan, kebijakan ini justru dapat memperlambat pemulihan ekonomi,” ujarnya.
Ia juga menyoroti dampak kebijakan ini terhadap kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. “Masyarakat yang berpenghasilan rendah akan paling terdampak, karena kenaikan harga kebutuhan pokok akan semakin membebani mereka. Pemerintah seharusnya mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi kesejahteraan sosial, bukan hanya fokus pada peningkatan penerimaan negara,” tambahnya.
Di sisi lain, pemerintah beralasan bahwa kenaikan PPN ini merupakan bagian dari upaya memperkuat basis penerimaan pajak negara untuk mendukung program pembangunan nasional. Namun, Edo mengingatkan bahwa kebijakan fiskal harus dirancang dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi beban ekonomi tambahan.
Sebagai solusi alternatif, Edo menyarankan agar pemerintah lebih menyasar pengelolaan penerimaan pajak orang kaya serta memperbaiki tata kelola perpajakan dan memperluas basis pajak dengan menargetkan sektor-sektor yang selama ini belum tersentuh, seperti ekonomi digital. “Alih-alih menaikkan PPN, Pemerintah bisa memperbaiki kepatuhan pajak dan mengurangi kebocoran anggaran. Ini akan memberikan efek yang lebih berkelanjutan bagi ekonomi,” katanya.
Dengan rencana kenaikan PPN ini, berbagai pihak kini berharap agar pemerintah membuka ruang dialog yang lebih luas dengan para ahli ekonomi dan pelaku usaha, untuk menemukan solusi yang tidak hanya menguntungkan secara fiskal, tetapi juga tidak membebani masyarakat secara berlebihan.[]