Jakarta, Republiktimes.com – Target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen yang dicanangkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mendapat tanggapan skeptis dari pengamat ekonomi. Beberapa di antaranya menilai bahwa target tersebut terlalu ambisius dan sulit untuk direalisasikan dalam jangka waktu dekat, terutama mengingat tantangan struktural dan global yang sedang dihadapi.
Edo Segara Gustanto, pengamat ekonomi Pusat Kajian Analisis Ekonomi Nusantara, mengungkapkan keraguannya terhadap kemungkinan tercapainya target ini. Menurutnya, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, Indonesia membutuhkan terobosan besar di berbagai sektor yang memerlukan waktu dan konsistensi kebijakan.
Edo menyoroti berbagai tantangan yang harus dihadapi pemerintah saat ini, mulai dari lemahnya infrastruktur di beberapa wilayah, ketimpangan ekonomi, hingga tantangan global seperti ketidakpastian geopolitik dan perubahan iklim.
“Pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen memerlukan stabilitas di dalam negeri, serta kemampuan untuk mengatasi tekanan eksternal. Saat ini, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam hal infrastruktur, kualitas sumber daya manusia, dan daya saing global,” ungkap Edo kepada media hari ini (20/8/2024).
Edo juga mengatakan bahwa Indonesia masih sangat bergantung pada investasi asing untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Namun, dengan ketidakpastian regulasi dan birokrasi yang kompleks, minat investor bisa menurun. “Pemerintah perlu menyederhanakan peraturan dan meningkatkan transparansi untuk menarik investasi. Namun, meskipun ada upaya reformasi, dampaknya tidak bisa langsung terasa dalam waktu singkat,” jelas Edo.
Selain itu, Edo juga mencatat bahwa meskipun konsumsi domestik tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, hal ini belum cukup kuat untuk mencapai angka 8 persen. “Daya beli masyarakat masih terbatas, dan dengan tekanan inflasi yang meningkat, kemampuan masyarakat untuk terus berbelanja akan semakin tergerus,” tambahnya.
Edo memberikan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dinilainya kurang fokus dalam mengatasi masalah mendasar, seperti daya beli masyarakat yang menurun. Menurutnya, tanpa adanya perbaikan signifikan dalam aspek tersebut, target 8 persen hanya akan menjadi angan-angan. “Kebijakan yang efektif harus fokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat bawah dan membuka lapangan pekerjaan yang berkualitas,” ujarnya.
Meskipun pesimis, Edo berharap bahwa Pemerintah tetap melanjutkan upaya reformasi dan perbaikan di berbagai sektor ekonomi. “Target ini mungkin sulit tercapai, tetapi dengan kebijakan yang tepat dan keberanian untuk melakukan perubahan, pertumbuhan ekonomi yang solid masih mungkin diraih, meski mungkin tidak sebesar 8 persen. Saya memprediksi pertumbuhan ekonomi di era Pemerintahan baru hanya di angka 5-6%,” pungkasnya.[]