Republiktimes.com – Pengamat Politik dari FHISIP Universitas Terbuka, Insan Praditya Anugrah, menyatakan, apabila benar kepemimpinan partai sekelas Golkar direbut oleh penguasa, maka artinya demokrasi Indonesia saat ini dalam bahaya.
Hal itu lantaran partai berubah dari memperjuangkan kepentingan rakyat, menjadi alat penguasa.
“Apabila benar penguasa melakukan intervensi merebut kepemimpinan di partai sekelas Golkar, berarti demokrasi Indonesia saat ini dalam bahaya. Hal ini karena berarti partai politik yang seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat malah bisa diambil jadi alat penguasa,” ujar Insan, pada Kamis (15/8/2024).
Bukan tanpa alasan, Insan menilai, bahwa posisi mantan Ketua Umum (Ketum) Airlangga Hartarto selama ini sangat kuat dan mendapat dukungan hingga tingkat DPD untuk melanjutkan jabatannya. Terlebih, Airlangga juga dinilai telah berhasil membawa Golkar jadi partai terkuat di koalisi pemenang.
“Kekuasaan Airlangga di Golkar sangat kokoh. Dia berprestasi membawa Golkar jadi partai terbesar di koalisi pemenang dan mendapatkan dukungan dari DPD tingkat 1 dan tingkat 2 untuk melanjutkan kepemimpinan Partai Golkar ke periode selanjutnya, apalagi Golkar partai terkuat di koalisi pemenang,” lanjut Insan.
Selain itu, Golkar adalah partai kader yang terbuka, bukan partai yang dikuasai dinasti perorangan. Golkar, juga berisikan para politisi kelas kakap yang sudah berpengalaman. Tentunya, dengan kapasitas para kader yang mumpuni, seharusnya Golkar tidak mudah diintervensi.
“Golkar adalah partai kader yang sudah terbuka, ibaratnya kalau perusahaan sudah IPO yang berisi para teknokrat dan politisi kelas kakap yang berpolitik sudah puluhan tahun. Seharusnya, sulit untuk mengintervensi partai sekelas Golkar”, pungkas Insan.
Sebagaimana diketahui, Airlangga Hartarto mendadak menyatakan pengunduran diri dari jabatannya sebagai Ketum Golkar pada Minggu (11/8/2024) kemarin. Adapun pengunduran diri tersebut terhitung sejak Sabtu (10/8/2024).
Pengunduran diri tersebut merupakan hal tidak terduga, sebab Airlangga tengah mendapatkan dukungan di berbagai sayap partai dan DPD tingkat 1 dan 2 untuk melanjutkan posisi sebagai Ketum Golkar di Munas (Musyawarah Nasional) mendatang. Banyak yang menduga, ada intervensi penguasa terhadap kepemimpinan Golkar, meskipun hal ini masih belum dapat dipastikan.