Jakarta, Republiktimes.com – Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat dinyatakan bahwa lembaga zakat harus memiliki persyaratan teknis, antara lain adalah : (a). Terdaftar sebagai Ormas Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial; (b). berbentuk lembaga berbadan hukum; (c). mendapat rekomendasi dari BAZNAS; (d). memiliki pengawas syariat; (e). memiliki kemampuan teknis, administratif dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya; (f). bersifat nirlaba; (g). memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan (h). bersedia diaudit syariah dan diaudit keuangan secara berkala.
Point yang ingin saya garis bawahi di sini adalah point H, terkait audit syariah dan diaudit keuangan secara berkala. Amanat UU mengharuskan lembaga zakat diaudit secara syariah serta diaudit keuangannya secara berkala.
Untuk meningkatkan kepercayaan para muzakki di Indonesia dalam menyalurkan zakatnya melalui lembaga amil zakat, maka lembaga amil zakat di Indonesia harus menerapkan pengendalian internal dengan penerapan audit syariah yang efektif dan baik agar dana yang terkumpul dapat dipertanggungjawabkan dengan baik pula.
Syarat Audit Syariah yang Baik
Beberapa syarat audit syariah yang baik di antaranya adalah (Minarni, 2013): Pertama, audit syariah dilakukan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan lembaga keuangan syariah pada prinsip dan aturan syariah dalam produk dan kegiatan usahanya sehingga auditor syariah dapat memberikan opini yang jelas apakah lembaga keuangan syariah yang telah diaudit tersebut memenuhi shariah compliance atau tidak.
Kedua, audit syariah diselenggarakan dengan acuan standar audit yang telah ditetapkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions). Ketiga, audit syariah dilakukan oleh auditor bersertifikasi SAS (Sertifikasi Akuntansi Syariah). Keempat, hasil dari audit syariah berpengaruh kuat terhadap keberlangsungan usaha Lembaga Amil Zakat.
Jika keempat kategori itu dapat dipenuhi, maka diharapkan Organisasi Pengeloa Zakat (OPZ) akan terus meningkat kinerjanya secara umum karena segala operasi dalam sebuah organisasi dapat dikendalikan dengan baik melalui penerapan audit syariah sehingga tidak akan ada, atau dapat diminimalisir kesalahan atau kecurangan-kecurangan yang kemungkinan akan terjadi.
Audit Syariah Bentuk Penerapan GCG di OPZ
Good Corporate Governance (GCG) adalah prinsip tata kelola perusahaan yang baik, yang dibangun untuk menciptakan kepercayaan stakeholder terhadap perusahaan. Prinsip ini diambil dari good governance atau tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.
GCG dipercaya sebagai praktik terbaik untuk mendorong persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Praktik ini juga diarahkan untuk mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Pedoman Umum GCG bukan merupakan aturan hukum yang mengikat, melainkan etika yang menjadi acuan bagi semua perusahaan dalam menjalankan bisnis secara baik. Begitu juga di dalam pengelolaan lembaga zakat.
Penerapan audit syariah dan pelaporan secara berkala merupakan salah satu penerapan GCG di lembaga zakat, yakni transparansi dan akuntabilitas. Audit syariah dapat dimaknai sebagai suatu proses untuk memastikan bahwa aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh institusi keuangan Islam tidak melanggar syariah atau pengujian kepatuhan syariah secara menyeluruh terhadap aktivitas lembaga zakat.
Tujuan audit syariah adalah untuk memastikan kesesuaian seluruh operasional lembaga keuangan syariah dengan prinsip dan aturan syariah yang digunakan sebagai pedoman bagi manajemen dalam mengoperasikan lembaga pengelola zakat. Allahua’lam.[]
Edo Segara Gustanto/Mahasiswa Doktoral Hukum Ekonomi Syariah, UII Yogyakarta