Yogyakarta, Republiktimes.com – Tanggal 18 Februari 2023, kita akan memperingati peristiwa Isra Mi’raj 1444 H. Kita kembali diingatkan kepada sebuah peristiwa yang sangat penting dan besar dalam sejarah umat Islam. Sebuah sejarah hidup Rasulullah SAW. sebagai peristiwa yang penting untuk diingat oleh umat Islam.
Di mana peristiwa diperjalankannya Rasulullah dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjid Al-Aqsa di Jerusalem, kemudian dilanjutkan dengan perjalanan mi’raj (secara vertika-keluar dari bumi) dari Qubbah As Sakhah menuju ke Sidrat Al Muntaha (akhir penggapaian-langit ke tujuh).
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS Al-Isra’ ayat 1).
Dari perjalanan singkat yang penuh hikmah inilah kemudian Rasulullah SAW. menerima amanah untuk melaksanakan dan mengajarkan perintah shalat lima waktu kepada umat Islam.
Sholat dan Nilai-Nilai Ekonomi
Dan dibalik perintah wajibnya melaksanakan sholat, ternyata sholat merupakan ibadah di antara ibadah yang terdapat banyak sekali hikmah yang dapat kita pelajari dan ambil untuk diterapkan dalam kehidupan ini. Salah satunya adalah hikmah dalam hal kegiatan perekonomian.
Sebab pada hakikatnya umat Islam juga diperintahkan untuk melakukan aktifitas ekonomi untuk menggapai rizqi Allah SWT demi mencukupi kehidupannya di muka bumi ini. Dan rezeki Allah SWT tidaklah datang dengan sendirinya, hal ini perlu untuk diusahakan dan diupayakan, salah satu perantaranya adalah dengan menjalankan aktifitas ekonomi.
Aktifitas dalam sholat lainnya yang mengandung nilai ekonomi jika kita mentadabburinya yaitu pada aktifitas wudhlu. Salah satu syarat sholat agar menjadi sah adalah suci. Pada kegiatan wudhlu ini tentunya yang dibutuhkan adalah air. Jika kita bertadabbur pada hikmah pensyariatan wudhlu ini, maka kita akan mendapati bahwa umat manusia secara tidak langsung diperintahkan juga untuk mendekati, mendapatkan dan menemukan sumber-sumber air. Karena kita semua tahu bahwa air merupakan sumber kehidupan dan digunakan dalam perniagaan.
Dalam hal perniagaan, perindustrian, pembangunan, produksi, konsumsi, dsb. Dan dalam berwudlu, air yang digunakan adalah harus air yang bersih dan suci, tidaklah diperkenankan menggunakan air yang kotor dan najis. Maka hal ini, mengandung pula makna bahwa dalam melakukan aktifitas ekonomi haruslah dilakukan dengan cara yang bersih dalam hal ini yaitu halal, baik dari segi zatnya ataupun prosesnya.
Isra Mi’raj dan Aksioologi Praktik Ekonomi Syariah
Menggaris bawahi tulisan di sub sebelumnya terutama di bagian akhiir, bahwa melakukan aktifitas ekonomi haruslah dilakukan dengan cara yang bersih dalam hal ini yaitu halal, baik dari segi zatnya ataupun prosesnya. Sebagaimana syariat wudhlu tadi.
Ekonomi syariah adalah ekonomi yang didasarkan atas hukum syariah yaitu al-Quran dan Hadist. Banyak ahli yang mendefinisikan ekonomi syariah, baik ekonomi syariah sebagai ilmu maupun ekonomi syariah dalam praktik berekonomi yang lebih luas. Namun, dari kesemua definisi yang ada, kesamaannya adalah syariah Islam sebagai sumbernya dan tujuannya adalah mencapai kemashlahatan dan falah.
Dalam aksiologi praktik ekonomi syariah, selain dilakukan dengan cara yang baik, halal, juga harus jauh dari praktik riba, syubhat, gharar, judi, dll. Di masa Rasulullah, praktik ekonomi Islam juga sudah dilakukan sejak nabi Muhammad SAW. mempraktikkan perdagangan dengan menggunakan sistem kerjasama bagi hasil (mudharabah) dengan para pemodal (shahibul maal) dan salah satu mitra beliau adalah Siti Khadijah RA.
Peristiwa Isra Mi’raj mestinya jadi momentum untuk mengingatkan kembali kepada kita, bahwa dalam melakukan aktifitas praktik ekonomi harus dilakukan dengan cara yang baik dan juga memenuhi empat karakteristik yang dimiliki oleh ekonomi syariah yakni: (1). Adil; (2). Tumbuh sepadan; (3). Bermoral; (4). Beradab (Bank Indonesia, 2020). Selamat memperingati Isra Mi’raj![]
Edo Segara Gustanto/Mahasiswa Doktoral Hukum Ekonomi Syariah, UII Yogyakarta