Utang Pemerintah Bengkak Rp 8.444 T, Pengamat Ingatkan Agar Hemat Anggaran

Jakarta, Republiktimes.com – Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani mengungkapkan, posisi utang pemerintah tercatat sebesar Rp 8.444,87 triliun per Juni 2024. Angka ini naik Rp 91,85 triliun dibandingkan posisi akhir Mei 2024 sebesar Rp 8.353,02 triliun dan naik Rp 639,68 triliun dari posisi Juni 2023 sebesar Rp 7.805,19 triliun.

“Jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2024 tercatat Rp 8.444,87 triliun,” kata Sri Mulyani dalam Buku APBN KiTa edisi Juni, Selasa (30/7) kepada media.

Sri Mulyani menjelaskan kenaikan utang pemerintah membuat rasio utang naik dari 38,71 persen menjadi 39,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada Juni 2024. Meski meningkat, angka itu masih di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara.

Rincian Hutang Pemerintah

Sri Mulyani menjelaskan kenaikan utang pemerintah  membuat rasio utang naik dari 38,71 persen menjadi 39,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada Juni 2024. Meski meningkat, angka itu masih di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara.

Secara rinci, utang pemerintah terdiri dari dua jenis yakni berbentuk surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. Mayoritas utang pemerintah per akhir Juni 2024 masih didominasi oleh instrumen SBN yakni 87,85 persen dan sisanya pinjaman 12,15 persen.

Jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN sebesar Rp 7.418,76 triliun. Terdiri dari SBN domestik sebesar Rp 5.967,70 triliun yang berasal dari Surat Utang Negara Rp 4.732,71 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 1.234,99 triliun.

Pengamat Sarankan Pemerintah Hemat Anggaran

Salah satu pengamat ekonomi Pusat Kajian Analisis Ekonomi Nusantara, Edo Segara Gustanto, mengungkapkan kekhawatirannya terkait tingkat utang yang terus meningkat. “Peningkatan utang yang signifikan dapat meningkatkan beban pembayaran bunga, yang pada akhirnya membatasi ruang fiskal pemerintah untuk membiayai kebutuhan penting lainnya, seperti pendidikan dan kesehatan. Pemerintah harus lebih selektif dalam mengalokasikan anggaran dan memprioritaskan pengeluaran yang benar-benar berdampak positif bagi masyarakat,” jelasnya.

Edo juga menekankan perlunya pemerintah untuk mengimplementasikan langkah-langkah penghematan anggaran. “Penghematan dapat dilakukan dengan mengurangi pengeluaran yang tidak mendesak dan lebih fokus pada program yang memiliki nilai tambah tinggi. Transparansi dalam pengelolaan anggaran juga harus ditingkatkan agar publik dapat memantau dan memahami kebijakan fiskal yang diambil pemerintah,” tambahnya.

“Pemerintah diharapkan akan terus memantau perkembangan utang dan kondisi ekonomi global untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tanpa membebani generasi mendatang,” pungkas Edo.[]