Yogyakarta, Republiktimes.com – Judi online tengah menjadi fenomena serius di Indonesia, merebak cepat di tengah masyarakat seiring kemajuan teknologi digital. Situs-situs perjudian dapat diakses dengan mudah hanya bermodal ponsel dan internet, menarik banyak orang untuk terlibat dalam praktik berisiko ini. Keuntungan yang tampak instan menjadi daya tarik utama, namun dampaknya terhadap keuangan, kesehatan mental, dan stabilitas sosial sangat memprihatinkan. Tidak sedikit orang terlilit utang atau jatuh ke dalam kecanduan, menciptakan masalah ekonomi dan sosial yang kompleks.
Di tengah maraknya judi online, berbagai langkah pemerintah melalui penutupan situs dan penangkapan pelaku belum sepenuhnya efektif. Operator kerap berpindah platform, bahkan mengalihkan server mereka ke luar negeri, sehingga aparat kesulitan melakukan penindakan hukum secara tuntas. Menyikapi persoalan ini, Januariansyah Arfaizar, dosen dan peneliti PS2PM Yogyakarta, menegaskan bahwa solusi terhadap krisis ini tidak cukup hanya mengandalkan hukum. Menurutnya, dibutuhkan pendekatan terpadu yang memadukan regulasi, pendidikan, dan nilai-nilai keagamaan untuk membendung dampak perjudian digital ini.
“Teknologi memberikan peluang dan tantangan. Sayangnya, di sisi negatif, judi online berkembang pesat karena akses mudah melalui internet,” ungkap Januariansyah. Ia menyoroti bahwa aplikasi judi sering kali terselubung sebagai permainan biasa atau dipromosikan di media sosial. Data survei Populix 2023 mengungkapkan bahwa 84% pengguna internet di Indonesia sering melihat iklan judi online, memperlihatkan betapa masifnya eksposur ini di ruang digital.
Januariansyah menambahkan bahwa pemerintah kesulitan membendung arus situs judi online karena server sering beroperasi di luar negeri. “Hukum domestik menjadi terbatas ketika situs-situs ini berada di yurisdiksi asing,” ujarnya. Berdasarkan data dari APJII, terdapat lebih dari 221 juta pengguna internet di Indonesia pada 2024, sehingga risiko paparan judi online sangat besar. Bahkan, laporan Drone Emprit menyebutkan bahwa Indonesia memiliki jumlah pemain slot online terbesar dengan lebih dari 200 ribu pengguna aktif.
Judi online, menurut Januariansyah, bukan hanya masalah individual tetapi ancaman sosial yang serius. “Kecanduan berjudi menyebabkan krisis finansial dan menambah beban psikologis serta sosial. Banyak orang akhirnya berutang kepada teman, keluarga, atau bahkan memanfaatkan pinjaman online untuk berjudi,” jelasnya. Survei Jakpat juga mencatat tren peningkatan penggunaan pinjol oleh pemain judi, yang memperparah ketidakstabilan ekonomi rumah tangga.
“Walaupun tingkat kemiskinan di Indonesia menurun menjadi 9,03% pada 2024, kesenjangan sosial masih besar,” tambahnya. Bagi kalangan menengah bawah, perjudian sering dianggap sebagai solusi cepat untuk memperbaiki kondisi keuangan, meskipun kenyataannya lebih banyak menjerumuskan ke dalam masalah utang dan kebangkrutan.
Januariansyah menyebutkan bahwa pemerintah melalui Kominfo telah memblokir ratusan ribu situs perjudian, namun upaya ini masih terbatas. “Sejak 2018 hingga 2022, lebih dari 566 ribu konten terkait perjudian sudah diblokir, tapi setiap kali satu situs ditutup, yang baru muncul lagi dengan nama berbeda,” ungkapnya. Ia juga menekankan bahwa upaya penegakan hukum semata tidak cukup untuk menghentikan krisis ini.
Pemerintah sebenarnya sudah memiliki dasar hukum, yaitu Pasal 303 KUHP dan Undang-Undang ITE, namun implementasinya menghadapi kendala teknis dan terbatasnya kewenangan lintas negara. “Masalah ini memerlukan strategi yang lebih dari sekadar regulasi, harus ada solusi jangka panjang berbasis pencegahan,” katanya.
Dari perspektif Islam, Januariansyah menekankan bahwa judi atau maysir dilarang karena mengandung unsur ketidakpastian dan merusak tatanan sosial. Ia mengutip Surah Al-Mā’idah ayat 90-91 yang mengingatkan bahwa judi adalah perbuatan setan yang menimbulkan kebencian dan permusuhan. “Islam bukan hanya melarang judi, tetapi juga memberikan panduan tentang cara mencari rezeki dengan usaha yang halal dan berkah,” ujarnya.
Januariansyah juga menekankan pentingnya pendidikan agama dan pemberdayaan ekonomi untuk mencegah maraknya perjudian. “Tokoh agama, keluarga, dan lembaga pendidikan harus berperan aktif dalam memberikan pemahaman kepada generasi muda tentang bahaya judi dan pentingnya literasi keuangan,” tambahnya. Ia mengingatkan bahwa Islam mengajarkan prinsip maqāṣid asy-syarīʿah, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. “Judi online mengancam semua aspek ini,” tegasnya.
Januariansyah mengusulkan agar pemerintah, masyarakat, dan lembaga agama bekerja sama dalam menangani judi online secara holistik. “Selain penegakan hukum, sosialisasi dan literasi keuangan harus ditingkatkan. Tidak kalah penting, pemerintah perlu menyediakan layanan rehabilitasi dan konseling bagi mereka yang sudah terjerat dalam kecanduan judi,” katanya.
Ia menegaskan bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat juga perlu menjadi fokus. “Ketika masyarakat memiliki alternatif ekonomi yang halal dan stabil, mereka tidak akan tergoda mencari jalan pintas melalui perjudian,” ujarnya. Januariansyah juga mengapresiasi langkah beberapa lembaga yang telah berkolaborasi untuk memberikan pelatihan kewirausahaan kepada masyarakat rentan.
Januariansyah menyimpulkan bahwa pemberantasan judi online memerlukan pendekatan terpadu antara penegakan hukum, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat. “Kita harus bersinergi dalam membangun kesadaran dan memberikan solusi jangka panjang. Hanya dengan kolaborasi dan dukungan semua pihak, Indonesia bisa terbebas dari krisis judi online ini,” tutupnya.