Sleman – Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) Kota Yogyakarta mendorong kalangan perbankan syariah untuk memasifkan sosialisasinya.
Wakil Ketua HPN Kota Yogyakarta, Abdul Kholik, mengatakan, jika dibandingkan jumlah penduduk muslim di Indonesia, nasabah perbankan syariah dewasa ini belum seberapa.
“Pengusaha di Indonesia sudah tahu, ada bank syariah, tapi kita tidak teredukasi, kurang familiar,” katanya, di sela Dialog Bisnis #1 yang diinisiasi HPN Kota Yogya dan Bank BPD Syariah DIY, Rabu (23/4/25).
Mengusung tema ‘Menguntungkankah Sistem Keuangan Syariah?’, pihaknya pun ingin menggali lebih jauh sistem perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip hukum Islam itu.
Bukan tanpa alasan, Abdul mengakui, sampai sejauh ini dirinya masih menggunakan layakan konvensional, karena minimnya interaksi dengan perbankan syariah.
“Interaksinya masih kurang, sosialisasinya harus lebih masif lagi. Banyak warga atau pengusaha yang belum mengenal lebih dalam sistem perbankan syariah. Makanya, kita inisiasi dialog ini,” ungkapnya.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IIQ An Nur sekaligus pemerhati perbankan syariah, Edo Segara Gustanto, menambahkan, literasi masyarakat terhadap perbankan syariah sangat terbatas.
Padahal, Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, memiliki potensi mumpuni di sektor tersebut.
“Memang masih ada kelemahan bank syariah. Tapi, hal baiknya juga banyak. Kita harus bergerak bersama, untuk memperbaiki dan memberikan edukasi secara tepat,” tandasnya.
Sementara, Pemimpin Unit Usaha Syariah Bank BPD DIY, Arif Wijayanto, menegaskan komitmennya untuk menggencarkan edukasi ke publik.
Secara garis besar, ia menyebut, perbankan syariah sangat menjunjung tinggi etika, mengedepankan prinsip bagi hasil, serta menghindari riba dan gharar.
“Ketika diterapkan bagi hasil untuk pinjaman, kalau omzet turun, ya cicilannya seturut kemampuan. Sebaliknya, ketika omzet naik, bagi hasilnya juga naik, tapi lebihnya kita kembalikan,” ujarnya.[]