Republiktimes.com – Pemilihan presiden (Pilpres) tahun 2024 telah berlangsung hampir sebulan yang lalu, dengan hasil perhitungan sementara yang telah terbuka bagi masyarakat. Namun, penting untuk diingat bahwa sebelum Pilpres digelar, ada kasus-kasus hukum yang menghantui calon presiden/wakil presiden (capres/cawapres).
Salah satunya adalah kasus hukum yang menimpa cawapres Ahmad Muhaimin Iskandar atau lebih dikenal sebagai Cak Imin, terkait korupsi dalam pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja Transmigrasi pada tahun 2012. Saat itu, Cak Imin menjabat sebagai pejabat menteri di kementerian tersebut. Kasus korupsi ini menimbulkan kerugian negara sebesar 17,6 miliar rupiah.
Bahkan, telah ada tiga tersangka yang ditahan dalam kasus tersebut, termasuk Reyna Usman (Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kemnaker RI periode 2011-2015), I Nyoman Darmanta (Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemnaker sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen – PPK), dan pihak swasta, Karunia (Direktur PT Adi Inti Mandiri). Ada juga kasus lain yang belum terselesaikan, yakni kasus hukum terkait suap dalam pengucuran dana DPPID pada tahun 2011.
Tidak hanya Cak Imin, capres Anies Baswedan juga menghadapi masalah hukum, seperti kasus korupsi dalam pengadaan dan penyelenggaraan even Formula E serta kasus pengadaan tanah untuk program perumahan DP 0 persen di Pondok Rangon, Jakarta Timur. Bahkan, baru-baru ini, ada laporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari kelompok masyarakat sipil terkait dugaan gratifikasi yang melibatkan capres Ganjar Pranowo ketika menjabat sebagai gubernur Jawa Tengah dari Bank Jateng.
Menyikapi hal ini, Koordinator Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia Maju (JARI Maju) 98, Rahman Toha, menyatakan bahwa setelah Pilpres berlangsung, KPK seharusnya segera mengambil tindakan terhadap kasus-kasus hukum yang melibatkan para capres dan cawapres.
“Selama masa kampanye Pilpres, KPK dianggap netral dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan para capres dan cawapres. Sekarang, setelah Pilpres berakhir, tidak ada lagi alasan politik bagi KPK untuk tidak segera menindaklanjuti kasus-kasus hukum ini, bahkan meminta klarifikasi lebih lanjut akan lebih baik,” tegasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa masyarakat sangat mengharapkan tindakan cepat dari KPK. Menurutnya, KPK tidak boleh lambat dalam menangani kasus-kasus hukum yang melibatkan pejabat tinggi dan elit politik.
“Seperti kasus yang melibatkan Cak Imin, sudah ada tersangka, dan relasinya sangat dekat semasa menjabat menteri, hal ini harus ditelusuri lebih lanjut. KPK dapat meminta Cak Imin untuk memberikan klarifikasi lebih lanjut,” tambah Rahman, yang pernah menjabat sebagai Presma UGM tahun 2001.