Wajah Cak Imin akhirnya bakal terpampang di surat suara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024 mendatang, setelah dirinya resmi menjadi pasangan Anies Baswedan. Ini adalah sebuah capaian berarti bagi pria yang bernama lengkap Abdul Muhaimin Iskandar tersebut, sebab di beberapa pemilu sebelumnya, wajahnya hanya mampu sebatas meramaikan baliho-baliho di sejumlah sudut kota.
Obsesi Cak Imin maju di kontestasi Pilpres 2024 adalah hal yang lumrah. Tercatat sejak Pemilu 2009, kalkulasi politik Cak Imin selalu tepat. Ia berhasil membawa Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menjadi penghuni tetap di pemerintahan. Cak Imin sukses mengakomodir mesin partainya untuk memenangkan SBY-Boediono di 2009, dan dua periode Pemerintahan Jokowi.
Tentu keberhasilan Cak Imin tersebut semakin meningkatkan kepercayaan dirinya. Sudah waktunya keponakan Gus Dur itu mendapat tempat yang lebih di republik ini. Setidaknya motivasi tersebut yang membuat Cak Imin berani mengambil langkah sejauh ini.
Sangat wajar jika akhirnya Cak Imin memilih hengkang dari ketidakpastian yang diberikan oleh Gerindra, kawan koalisinya yang sudah terbentuk sejak 13 Agustus 2022 lalu. Terlebih dengan masuknya PAN dan Golkar, membuat opsi cawapres bagi Prabowo menjadi lebih luas dan otomatis semakin mempersempit peluang Cak Imin.
Bukan keputusan yang mudah bagi Cak Imin meninggalkan koalisinya dan menerima pinangan Anies Baswedan. Sejumlah risiko besar mesti ditanggungnya. Terbukti dalam hitungan hari setelah deklarasi Anies-Cak Imin di Surabaya, kasus korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tahun 2012 silam yang menyeret namanya, kembali diusik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tentu hemat saya, kasus ini tidak bakal sampai menyebabkan Cak Imin mendekam di bui. Namun isu sensitif ini akan menjadi jalan terjal baginya dalam mengarungi kontestasi Pilpres 2024.
Pesona Cak Imin
Sosok Cak Imin dan PKB sendiri memiliki pesona yang sangat memikat bagi kubu Anies Baswedan. Cak Imin dapat menjadi potongan puzle yang mampu melengkapi ruang kosong yang tak mampu diisi oleh Anies Baswedan. Itu sebabnya yang membuat Anies Baswedan tak gusar walau ditinggalkan oleh Demokrat.
Pertama, bergabungnya Cak Imin dan PKB otomatis mampu mengamankan tiket Anies Baswedan ke Pilpres 2024. Koalisi yang berisi Nasdem, PKB, dan PKS ini dapat memenuhi syarat presidensial thresold yang dibutuhkan.
Kedua, Cak Imin dan PKB menjadi jawaban atas ketidakmampuan Anies Baswedan menguasai wilayah Jawa Timur (Jatim) dan Jawa Tengah (Jateng). Pada Pemilu 2019 lalu, PKB mampu bersaing ketat dengan PDI-P dalam memperebutkan dua wilayah tersebut.
Ketiga, Cak Imin berpotensi bakal mendongkrak suara Anies Baswedan di Pemilu 2024 dengan dukungan masyarakat Nahdlatul Ulama (NU) yang sangat besar. Seperti diketahui, PKB memiliki sejarah panjang dengan organisasi Islam terbesar di Indonesia itu. Partai yang didirikan tahun 1998 tersebut dideklarasikan oleh kiai-kiai NU.
Keempat, secara karakteristik kepemimpinan, Cak Imin memiliki gaya komunikasi yang luwes terhadap masyarakat kecil. Ia mampu berdialog dengan bahasa-bahasa sederhana yang mudah dipahami. Cak Imin akan melengkapi karakteristik Anies yang scholars, Anies kental dengan narasi-narasi intelektual yang kurang mampu dipahami masyarakat kecil. Cak Imin akan menjadi sosok yang mampu menerjemahkan apa yang ingin disampaikan oleh Anies. Sehingga duet Anies-Cak Imin bakal memiliki spektrum pemilih yang sangat beragam.
Apakah Cak Imin adalah sebenar-benarnya jawaban untuk mengatasi elektabilitas Anies yang cenderung stagnan? Biarkan waktu yang akan menjawab.
Ijalisme
Wajah Cak Imin akhirnya bakal terpampang di surat suara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024 mendatang, setelah dirinya resmi menjadi pasangan Anies Baswedan. Ini adalah sebuah capaian berarti bagi pria yang bernama lengkap Abdul Muhaimin Iskandar tersebut, sebab di beberapa pemilu sebelumnya, wajahnya hanya mampu sebatas meramaikan baliho-baliho di sejumlah sudut kota.
Obsesi Cak Imin maju di kontestasi Pilpres 2024 adalah hal yang lumrah. Tercatat sejak Pemilu 2009, kalkulasi politik Cak Imin selalu tepat. Ia berhasil membawa Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menjadi penghuni tetap di pemerintahan. Cak Imin sukses mengakomodir mesin partainya untuk memenangkan SBY-Boediono di 2009, dan dua periode Pemerintahan Jokowi.
Tentu keberhasilan Cak Imin tersebut semakin meningkatkan kepercayaan dirinya. Sudah waktunya keponakan Gus Dur itu mendapat tempat yang lebih di republik ini. Setidaknya motivasi tersebut yang membuat Cak Imin berani mengambil langkah sejauh ini.
Sangat wajar jika akhirnya Cak Imin memilih hengkang dari ketidakpastian yang diberikan oleh Gerindra, kawan koalisinya yang sudah terbentuk sejak 13 Agustus 2022 lalu. Terlebih dengan masuknya PAN dan Golkar, membuat opsi cawapres bagi Prabowo menjadi lebih luas dan otomatis semakin mempersempit peluang Cak Imin.
Bukan keputusan yang mudah bagi Cak Imin meninggalkan koalisinya dan menerima pinangan Anies Baswedan. Sejumlah risiko besar mesti ditanggungnya. Terbukti dalam hitungan hari setelah deklarasi Anies-Cak Imin di Surabaya, kasus korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tahun 2012 silam yang menyeret namanya, kembali diusik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tentu hemat saya, kasus ini tidak bakal sampai menyebabkan Cak Imin mendekam di bui. Namun isu sensitif ini akan menjadi jalan terjal baginya dalam mengarungi kontestasi Pilpres 2024.
Pesona Cak Imin
Sosok Cak Imin dan PKB sendiri memiliki pesona yang sangat memikat bagi kubu Anies Baswedan. Cak Imin dapat menjadi potongan puzle yang mampu melengkapi ruang kosong yang tak mampu diisi oleh Anies Baswedan. Itu sebabnya yang membuat Anies Baswedan tak gusar walau ditinggalkan oleh Demokrat.
Pertama, bergabungnya Cak Imin dan PKB otomatis mampu mengamankan tiket Anies Baswedan ke Pilpres 2024. Koalisi yang berisi Nasdem, PKB, dan PKS ini dapat memenuhi syarat presidensial thresold yang dibutuhkan.
Kedua, Cak Imin dan PKB menjadi jawaban atas ketidakmampuan Anies Baswedan menguasai wilayah Jawa Timur (Jatim) dan Jawa Tengah (Jateng). Pada Pemilu 2019 lalu, PKB mampu bersaing ketat dengan PDI-P dalam memperebutkan dua wilayah tersebut.
Ketiga, Cak Imin berpotensi bakal mendongkrak suara Anies Baswedan di Pemilu 2024 dengan dukungan masyarakat Nahdlatul Ulama (NU) yang sangat besar. Seperti diketahui, PKB memiliki sejarah panjang dengan organisasi Islam terbesar di Indonesia itu. Partai yang didirikan tahun 1998 tersebut dideklarasikan oleh kiai-kiai NU.
Keempat, secara karakteristik kepemimpinan, Cak Imin memiliki gaya komunikasi yang luwes terhadap masyarakat kecil. Ia mampu berdialog dengan bahasa-bahasa sederhana yang mudah dipahami. Cak Imin akan melengkapi karakteristik Anies yang scholars, Anies kental dengan narasi-narasi intelektual yang kurang mampu dipahami masyarakat kecil. Cak Imin akan menjadi sosok yang mampu menerjemahkan apa yang ingin disampaikan oleh Anies. Sehingga duet Anies-Cak Imin bakal memiliki spektrum pemilih yang sangat beragam.
Apakah Cak Imin adalah sebenar-benarnya jawaban untuk mengatasi elektabilitas Anies yang cenderung stagnan? Biarkan waktu yang akan menjawab.
Ijalisme